Karpet merah dan Lintingan Rokok Berbau Wangi
“Pemerintah mengelar karpet merah untuk orang asing tapi memagari diri
mereka terhadap rakyat”
“Keputusan
pemerintah mengeluarkan PP 109 itu sebenarnya sarat dengan muatan politis oleh
kelompok yang berkepentingan. Apabila ini diteruskan, rokok kretek Indonesia
akan kehilangan ciri khas” tukas Bapak Zahrumi, seorang pegiat tembakau di kota
Kudus, Jawa Tengah. Selama bertahun-tahun rokok kretek asli dari kota kudus
sudah menjadi komoditas yang mendarah daging di masyarakat Kudus. “Malam ini
akan menjadi malam yang panjang” sahut salah seorang reporter natas setelah
mendengar perkataan pak Zahrumi.
Sang Rokok adalah pisau bermata dua, disisi lain sangat menguntungkan tapi juga bisa menjadi pembunuh nomor satu. Rokok adalah salah satu penyumbang pundi-pundi uang negara dengan pajak dan cukai yang luar biasa sehingga rokok menjadi komoditas yang sangat banyak peraturannya namun tetap saja laku di Indonesia. Efek sampingnya? kesehatan masyarakat, seperti yang tertera di bungkus rokok, komoditas ini bisa menimbulkan berbagai macam penyakit mengerikan seperti kanker dan impotensi.
Sang Rokok adalah pisau bermata dua, disisi lain sangat menguntungkan tapi juga bisa menjadi pembunuh nomor satu. Rokok adalah salah satu penyumbang pundi-pundi uang negara dengan pajak dan cukai yang luar biasa sehingga rokok menjadi komoditas yang sangat banyak peraturannya namun tetap saja laku di Indonesia. Efek sampingnya? kesehatan masyarakat, seperti yang tertera di bungkus rokok, komoditas ini bisa menimbulkan berbagai macam penyakit mengerikan seperti kanker dan impotensi.
~~~~ setidaknya
inilah perspektif tentang rokok yang ada dimasyarakat. Perspektif ini semakin
tertancap dengan pemberitaan yang masif tentang bahaya rokok. Masyarakat akan
“teredukasi” dengan pemberitaan ini sehingga mereka akan mengurangi komsumsi
rokok mereka. Tapi kenyataannya? komsumsi rokok tetap berjalan seperti biasa. Malah,
komsumsi rokok di Indonesia menjadi rebutan oleh pengusaha asing karena
pasarnya yang melimpah. Karena alasan ini juga, Industri rokok terutama rokok
kretek mendapatkan ancaman serius.
“Sekarang
begini, kalau misalnya bahaya rokok itu benar-benar seperti yang ada
dibungkusnya, seharusnya Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat
kematian karena kanker tertinggi di dunia, kenyataannya semua hal itu tidak
terbukti,” bantah dosen Universitas Muria Kudus itu. Sembari memperlihatkan
datanya (Link), Beliau membuat seisi ruangan terdiam. Setelah beberapa lama pertanyaanku
memecah keheningan,“Lalu apa yang terjadi pak sebenarnya?” Tanyaku. Sambil
menarik nafas, bapak bertubuh gempal ini mulai menceritakan.
Rokok adalah emas, ini terbukti dengan dibalik ketatnya
peraturan tentang rokok tapi persaingan antara produsen rokok semakin sengit.
Coba saja dilihat, berbagai merk terkenal berusaha merebut porsi konsumen jumbo
di Indonesia. Mulai dari rokok biasa hingga rokok yang diklaim mempunyai
kandungan tar dan nikotin yang rendah membanjiri konsumen di Indonesia. Bila
dicermati, hampir semuanya adalah produk luar negeri. Bagaimana nasib rokok
Indonesia? Bapak Zamhuri menjawab dengan santai.
“Dengan mental pejabat yang “penjilat”, Rakyat akan terkena
dampaknya. Pemerintah lebih memilih kebijakan yang menguntungkan pihak yang
berkepentingan”,”Siapa itu pak?” Tanyaku penasaran. “MNC, Multi national Corporation” Jawab Pak Zamhuri singkat. “Singkatnya
perusahaan asing yang punya modal ingin berebut pundi-pundi emas di Indonesia,
seperti Philips Morris dan British-American
Tobacco”.
“Kamu tahu PP 109 itu isinya apa? Isinya adalah
strandarisasi produk rokok mulai dari kandungan nikotin hingga ke elemen
terkecil seperti filter dan lain-lain”. Sambil memperbaiki posisi duduk bapak
dari Aska ini mulai berwajah serius. “Seperti yang kalian tahu, kandungan
nikotin di rokok kretek itu tidak bisa disamakan dengan rokok putih(rokok
filter). Kualitasnya juga pasti jauh beda, Ini rokok kretek mempunyai sejarah
panjang di kehidupan Indonesia. Penerapan PP 109 sudah pasti membuat penguasaha-pengusaha
kecil akan gulung tikar atau mereka terpaksa membeli bahan yang memenuhi standar
peraturan atau dalam kata lain, impor”
"mereka (pemerintah) menggelar karpet merah untuk pengusaha asing tapi memasang pagar besi bagi rakyatnya untuk menyentuh potensi sumber kehidupan itu" Tutup Pak Zamhuri dengan nada pelan.
Aku yakin, dengan paparan menarik dari Bapak Zamhuri ini,
malamku tak akan bisa nyenyak.
0 comments: