Ini Ceritaku!

Saturday, April 12, 2014

0 comments

Mendekati “Mahasiswa”



Ketika kemarin melihat Indonesia muda bertarung melawan Vietman hati ini berdesir-desir mau sampai kapan drama ini akan berlanjut? Sampai-sampai saya merasa salah channel, jangan-jangan ini MNC Drama bukan siaran langsung pertandingan final sepak bola AFF CUP 2013. Tapi disana terasa semangat nasionalisme memuncak sampai ubun-ubun dan merasa sangat bangga akan Indonesia. Tapi setelah itu? kosong seolah tak pernah terjadi apa-apa, mungkin perayaan telah berpindah dari dunia nyata ke dunia maya.

Tapi akankah bertahan lama? Tidak paling Cuma jadi TTWW (Trending topic worldwide) sejenak lalu akan hilang ditelan twit-twit galau lainnya.

Nasionalisme di Indonesia terkesan seperti lilin pendek, begitu lapisan lilinnya habis habis pula apinya. Selalu meledak diawal tapi tidak bisa kontinu. Hal yang paling tercermin tentang nasionalisme adalah ketika berdemokrasi. Contoh simpelnya seperti mengutarakan pendapat di forum biasa atau di kelas. Tapi kalau melihat Mahasiswa baru di Sanata Dharma ini bagaimana? Satu metafora mungkin yang bisa menjelaskan. Malu-malu kucing.

Kenapa budaya ini seolah-olah menjadi ciri khas para mahasiswa baru di sanata dharma? Cuma duduk diam, mendengarkan dan pulang. Hanya segelintir orang yang vokal dalam menyuarakan pendapatnya. Padahal mahasiswa baru adalah ujung tombak perubahan di Indonesia benarkah? Mari kita menjelajah masa lalu. 

Kalau kita mengaca pada daerah timur tengah, dimana pergolakan terjadi dimana-mana. Dimulai dari Tunisia tahun lalu hingga kini berlanjut ke Bahrain dan Syria serta Mesir. Ratusan ribu anak muda dengan penuh semangat turun ke jalan merobohkan apa yang mereka anggap lalim melawan apa yang mereka anggap zalim.

Pada akhirnya kita tahu  kekuatan para pemuda dan pemudi di timur tengah ini mampu membuat 4 diktator kocar kacir ada yang melarikan diri. ada yang turun dari kekuasaan dan yang paling mengerikan ada yang tewas secara mengenaskan ditangan rakyatnya sendiri

Tapi pada akhirnya apakah budaya ini akan menular? ataukah pada dasarnya semua masyarakat kita akan berpikir kekerasan adalah satu-satunya cara? Tentu saja kalau kita menginginkan sesuatu pasti akan ada harga yang dibayar permasalahnya apakah harga yang kita bayar pantas?

Latar belakang yang terjadi di timur tengah mungkin sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia tapi pada dasarnya sama masyarakat ingin suatu kepastian suatu perubahan yang akan “membawa” mereka ke arah “yang lebih baik” menurut anggapan mereka sendiri.

kita tahu meski bukan satu-satunya gerakan mahasiswa selalu menjadi katalisator perubahan sejarah negara ini menunjukan demikian contohnya pada tahun 1998 namun apakah harus dengan kekerasan? Apakah kita harus selalu menciptakan tekanan pada pemerintahan dengan cara memblokade jalanan? Memblokade rel kereta api? Membakar pos polisi? Atau mencegat truk tanki pembawa BBM?

Is that worth the cost? 
Apakah harga yang dibayar sama dengan hasilnya? Memblokade jalanan tentu mengacaukan arus transportasi yang tentunya mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Merusak fasilitas umum? Hanya akan membuang uang rakyat yang digunakan untuk membangun fasilitas umum itu.

Di tengah spirit para pemuda yang membara semangat “membela” Rakyat seringkali berlaku anarkis Tetapi seganas-ganasnya manusia tentu manusia berbeda dengan hewan manusia mempunyai kontrol emosi yang sangat mumpuni oleh karena itulah kita sangat berbeda dengan hewan kita menempatkan diri kita sendiri di rantai makanan paling tinggi. Berbeda dengan makhluk lain.

Itu adalah gambaran “mahasiswa” ketika melihat demo-demo yang mereka klaim “representatif” akan kemauan masyarakat. Tapi apakah kita sebagai mahasiswa baru bahkan mendekati “Mahasiswa”? saya membuat tulisan ini bukan untuk mengajak mahasiswa baru untuk serta merta turun kejalan dan bertindak anarkis seperti penjelasan diatas tapi setidaknya kita ambil segi positif dari mereka. Mereka berani berinisiatif untuk menyuarakan pendapat mereka. Ini aksi mereka, mana aksimu? 

Kalau mereka bisa kenapa kita tidak?

0 comments:

Ini Opiniku, Ini ruangku, Ini adalah aku
Tak Masalah tentang apa yang aku tulis disini, karena semua ini hanyalah opini belaka.