Ini Ceritaku!

Saturday, April 12, 2014

0 comments

Memakan Buah Durian [PEMILU 2014]

Pagi ini Jogja sudah berbeda, ini sudah bukan jogja yang dulu. Bagaimana tidak? Dimana-mana “sampah visual” seperti Baliho, spanduk, poster tentang “caleg” sudah mengkerumuni jogja. Ditambah parah lagi “sampah visual” ini ditempel sembarangan di sisi jalan. Seolah-olah ketika berkendara di jalanan Jogjakarta sudah seperti “Hutan iklan”. 

 Ditambah lagi ada satu kejadian yang membuat penulis geleng-geleng kepala. Pagi hari ini sekitar jam 11an di dekat perempatan mirota kampus yang terkenal dengan kemacetannya. Ada konvoi dari Partai Amanat Nasional [penulis sengaja membeberkan identitas parpol] merangsek masuk minta didahulukan. Tiga lajur di perempatan itu terpaksa “mengalah” membiarkan konvoi itu lewat. Tapi yang membuat makin geleng-geleng kepala lagi adalah tingkah mereka. Sepeda motor brong, bendera parpol oversize diayun-ayunkan kemana-mana, bersikap seolah rajanya jalanan. Bahkan ada yang memukul mundur seorang pengendara yang hendak merangsek masuk. 

Ini yang baru penulis rasakan, bagaimana dengan jogja secara keseluruhan? Ternyata masyarakat jogja juga tergangu dengan tingkah laku parpol seperti itu. Dikutip dari @jogjaupdate “#jogja @ariiesandria : saya kecewa dengan kampanye hari ini yang menggunakan motor sangat ugal2an.. sangat menganggu wisatawan”, ”#jogja @lojiungu : Caleg gak mampu kendalikan masssa-nya yang menengak miras, gak pake helm & knalpot blombong saat kampanye apa patut dipilih?” 

Tapi ternyata konsekwensi memang ada, para peserta konvoi itu terkena getahnya. Dari akun twitter yang sama @jogjaupdate, “#jogja @Mahendra0715 simpatisan partai kemarin byk yg terjaring / ditilang lantaran tdk pakai helm & motor tanpa perlengkapan”

Bagi penulis tweet diatas adalah setetes air yang sejuk :D

Sekarang dengan paparan seperti diatas. Apa bedanya konvoi partai atau lebih spesifiknya parpol dengan anak SMA yang baru saja lulus? Atau lebih tragis, apa bedanya parpol dengan anak remaja? 

Penulis mengelus dada, ini memang bulan pesta demokrasi Indonesia, 9 april 2014 nanti masyarakat indonesia yang “Peduli” bisa menentukan nasib Indonesia lima tahun kedepan. Sekali lagi dengan paparan diatas. Masyarakat Indonesia seperti dihadapkan dengan buah durian. Enak dimakan tapi luar biasa bau ketika tidak “dicuci” dengan benar.

Seorang kawan dari penulis tertawa terbahak-bahak mendengar analogi durian ini. Dia kemudian berargumen bahwa ini adalah konsekwensi dari sistem demokrasi. Dimana semua orang bisa berbicara dengan bebas. Jadi ketika ada yang memaksakan “kebebasan”nya terhadap orang lain, penulis diharapkan maklum.

Penulis berdiam diri, tidak ada yang salah dengan sistem demokrasi. Penulis percaya sistem demokrasi mampu mengakomodasi “kebebasan” setiap individu dan hak mereka untuk berbicara. Tapi seringkali definisi kebebasan sudah salah kaprah di masyarakat. Dosen penulis, Romo Hary menjabarkan secara jelas bahwa kebebasan itu “harus” diikuti oleh “tanggung jawab”, kebebasan selalu dibatasi oleh kebebasan individu lain.

Gek koen arep kepriye? Ora nyoblos? Ora melu nentuk’ke nasib’e Indonesia?” kata teman penulis dengan nada berapi-api. Dia dengan semangat menjelaskan bahwa sebagai mahasiswa tidak pantas kalau kita apatis terhadap pemilu. “Isin gak koe karo title mahasiswamu? Omonge mahasiswa iku agen perubahan?” tutur teman penulis.

Memang kita yang “apatis” tidak bisa ikut menentukan nasib Indonesia selama lima tahun kedepan. tapi jargon FFI ( Forum for Indonesia) chapter ponorogo mengatakan hal yang lain.

Small Action for Big Change

Jargon  ini mengatakan walaupun hanya tindakan kecil, tindakan ini mampu memberikan manfaat yang luar biasa. Lihat saja FFI chapter ponorogo baru- baru ini, ketika gunung kelud marah mereka langsung membersihkan abu yang ada dijalanan tanpa pamrih. Sedangkan parpol? Mereka “menuntut” agar dipilih lagi dibalik bantuan-bantuan yang terkesan masif. 

Bagaimana sikap penulis terhadap PEMILU 2014?

“aku ket mbyen emang gak seneng karo durian, ngerti ambune wae wes mumet” kata penulis mantab.

0 comments:

Ini Opiniku, Ini ruangku, Ini adalah aku
Tak Masalah tentang apa yang aku tulis disini, karena semua ini hanyalah opini belaka.