Pengalauan Anak Kelas 12 [2013]
Sebagai siswa kelas 12 di sebuah sekolah negeri di kota
kecil, tentu tak luput dengan persiapan-persiapan menatap masa depan. Ibarat
narapidana, sebelum keluar dari penjara tentu
dia harus dibimbing agar bisa diterima di masyarakat. Harus ada
proses-proses yang dijalani agar bisa mendapatkan “tempat” di masyarakat. Tak pelak bukan hanya saja saya yang
ikut-ikutan mempersiapkan tapi ratusan ribu pelajar SMA kelas 12 seantero
Indonesia sedang menanti 4 hari penentuan.
Bukan hanya pikiran saja yang digembleng, sekarang marak
ritual Dzikir dan Istiqosah yang cukup ramai dilaksanakan menjelang pelaksaaan
ujian nasional. Terlihat tak sedikit teman-teman yang menangis saat pemimpin
doa menyentuh mereka dengan kata-kata menggugah. Ritual seperti ini tentu
positif dengan doa diharapkan kami (siswa kelas 12) memiliki ketenangan dan
kesiapan batin untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Sebegitu menakutkankah UN?
Karena saya ternyata penasaran dengan asal-usul dan sejarah
UN nasional di Indonesia yang pernah dikata “jalan sakti” menuju penghidupan
lebih baik. Gagal di UN? Jangan harap
mendapatkan penghidupan lebih baik (lulus). Paradigma ini begitu menelusup di
masyarakat, sebenarnya kenapa UN begitu kontroversial?
Sekarang kita lihat phenomena yang terjadi di Indonesia. UN
menanyakan begitu banyak pertanyaan dalam waktu yang sedikit. Memaksa siswa
mengerjakan semua soal secepat mungkin. Menghafal rumus adalah salah satu trik
penting untuk kesuksesan UN. Tentu dampaknya generasi kita akan menjadi
generasi penghapal. Well konsekuensinya. Kita tidak bisa membuat terobosan
baru, karena di pikiran sudah banyak penjejalan hapalan yang mungkin sebagian
sudah ketinggalan jaman.
Saya rasa tak perlu saya memaparkan bagaimana UN dengan
begitu mudah diakali. Bagaimana para apatur pendidikan berusaha agar siswanya lulus 100 persen. Bagaimana
tentang kecurangan UN dari tahun ketahun. Tapi pingin tahu tentang kecurangan?
Ketik saja di google “ kecurangan UN”. Beribu hasil pencarian akan muncul.
Tanda bahwa UN dari dulu menang tidak “ valid”
Seperti itukah UN? Iseng iseng saya mengetik “ UN dihapus”
di salah satu mesin pencari di internet, hasilnya mengejutkan. ternyata di 2009
UN pernah ditolak ijinnya putusan MA dengan nomor register 2596 k/PDT 2008 yang
sekaligus menguatkan putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada yanggal 6
desember 2007. Dalam hal ini pemerintah dinyatakan lalai memberikan pemenuhan
hak asasi manusia (HAM) dalam hal pendidikan terhadap warga Negara. Tapi
nyatanya UN tetap dilaksanakan sampai sekarang. Ingat Indonesia dalah Negara
hukum. Malahan pemerintah tidak mengindahkan putusan MA yang notabene adalah
lembaga tinggi dalam tata Negara Indonesia.
heh
Indonesia.
Pemerintah berdalih UN hanya untuk kepentingan evaluasi.
Untuk memetakan “hasil” pendidikan di Indonesia. sekarang muncul formula. UN
sekarang bukan menjadi satu-satunya faktor sakti penentu kelulusan siswa.
Dengan komposisi 60 persen UN dan 40 persen ujian sekolah sebagai syarat
kelulusan. Walhasil UN telah “dikebiri” kekuasaanya.
Tapi ada lagi yang baru. Tingkat kesulitan soal akan
ditingkatkan. Ini berarti berita bagus. Segala elemen pendidikan pasti sudah
meningkat. Pasti sudah bisa dirasa pendidikan di jayapura atau di daerah
terpencil pasti sudah meningkat dari
tahun lalu dan mungkin pendidikan di Jakarta serta di jayapura sudah setara. Alhamdulilah ( majas ironi)
Kepentingan evaluasi… hmm… terasa janggal lagi.. kemudian
saya ingat salah satu instrument penilaian di SNMPTN 2013. Saya menemukan
“hasil UN” wakakakaka. Ternyata sekarang UN bisa dijadikan sebagai “ alat
seleksi” berbeda sekali dengan tujuan awal. Berdalih “ kejujuran” UN 2013
meningkat dengan 20 kode soal, barcode di LJUN etc. pemerintah mengharap hasil
UN “valid” sehingga bisa dijadikan salah satu acuan sebagi instrument penilaian
SNMPTN.
Walaupun sebenarnya cara pemerintah “ memvalidkan” UN
seringkali menyakiti siswa, apa yang bisa dilakukan siswa? Nothing. Mengutip komentar
teman kemarin di social media ” lalu apa daya kita? kita ini cuma wayang yg
harus ngikutin skenario sang dalang, dibanting sana dan banting sini semau dia”
Saya sepertinya maklum. Di Indonesia, para orang
tua itu sepertinya ingin menjajah
untuk membalas dendam 354 tahun dijajah. Dalam bentuk berbeda tentunya. Oke
lupakan poin ini. Ini hanya opini penulis.
Saya membayangkan. Misal saya siswa miskin. Bersekolah di
sekolah kacangan di pingiran desa prestasi akademik saya sedang-sedang (Ya
kadang sedang baik kadang sedang buruk (-.-)) Lalu saya Mendengar kabar bahwa
SNMPTN 2013 bisa diikuti seluruh siswa di sekolah saya. Happy?
Lalu saya berpikir. Jika memang SNMPTN 2013 bisa untuk
seluruh siswa di Indonesia. seberapa ketat peta kompetensinya? Apakah ada
kesempatan bagi siswa miskin prestasi jelek bersekolah di sekolah jelek untuk
mengikuti SNMPTN 2013?.. Ah dasar PHP ( pemberi harapan palsu). Kalau begini
seperti siswa prestasi sedang seperti dilarang untuk masuk ke PTN.
Aah ini hanya sekadar pengalauan
anak kelas 12
0 comments: