Ini Ceritaku!

Saturday, April 12, 2014

0 comments

Pengalauan Anak Kelas 12 [2013]



Sebagai siswa kelas 12 di sebuah sekolah negeri di kota kecil, tentu tak luput dengan persiapan-persiapan menatap masa depan. Ibarat narapidana, sebelum keluar dari penjara tentu  dia harus dibimbing agar bisa diterima di masyarakat. Harus ada proses-proses yang dijalani agar bisa mendapatkan “tempat” di masyarakat.  Tak pelak bukan hanya saja saya yang ikut-ikutan mempersiapkan tapi ratusan ribu pelajar SMA kelas 12 seantero Indonesia sedang menanti 4 hari penentuan.

Bukan hanya pikiran saja yang digembleng, sekarang marak ritual Dzikir dan Istiqosah yang cukup ramai dilaksanakan menjelang pelaksaaan ujian nasional. Terlihat tak sedikit teman-teman yang menangis saat pemimpin doa menyentuh mereka dengan kata-kata menggugah. Ritual seperti ini tentu positif dengan doa diharapkan kami (siswa kelas 12) memiliki ketenangan dan kesiapan batin untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Sebegitu menakutkankah UN?

Karena saya ternyata penasaran dengan asal-usul dan sejarah UN nasional di Indonesia yang pernah dikata “jalan sakti” menuju penghidupan lebih  baik. Gagal di UN? Jangan harap mendapatkan penghidupan lebih baik (lulus). Paradigma ini begitu menelusup di masyarakat, sebenarnya kenapa UN begitu kontroversial?

Sekarang kita lihat phenomena yang terjadi di Indonesia. UN menanyakan begitu banyak pertanyaan dalam waktu yang sedikit. Memaksa siswa mengerjakan semua soal secepat mungkin. Menghafal rumus adalah salah satu trik penting untuk kesuksesan UN. Tentu dampaknya generasi kita akan menjadi generasi penghapal. Well konsekuensinya. Kita tidak bisa membuat terobosan baru, karena di pikiran sudah banyak penjejalan hapalan yang mungkin sebagian sudah ketinggalan jaman.

Saya rasa tak perlu saya memaparkan bagaimana UN dengan begitu mudah diakali. Bagaimana para apatur pendidikan berusaha  agar siswanya lulus 100 persen. Bagaimana tentang kecurangan UN dari tahun ketahun. Tapi pingin tahu tentang kecurangan? Ketik saja di google “ kecurangan UN”. Beribu hasil pencarian akan muncul. Tanda bahwa UN dari dulu menang tidak “ valid”

Seperti itukah UN? Iseng iseng saya mengetik “ UN dihapus” di salah satu mesin pencari di internet, hasilnya mengejutkan. ternyata di 2009 UN pernah ditolak ijinnya putusan MA dengan nomor register 2596 k/PDT 2008 yang sekaligus menguatkan putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada yanggal 6 desember 2007. Dalam hal ini pemerintah dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) dalam hal pendidikan terhadap warga Negara. Tapi nyatanya UN tetap dilaksanakan sampai sekarang. Ingat Indonesia dalah Negara hukum. Malahan pemerintah tidak mengindahkan putusan MA yang notabene adalah lembaga tinggi dalam tata Negara Indonesia. 

heh Indonesia.

Pemerintah berdalih UN hanya untuk kepentingan evaluasi. Untuk memetakan “hasil” pendidikan di Indonesia. sekarang muncul formula. UN sekarang bukan menjadi satu-satunya faktor sakti penentu kelulusan siswa. Dengan komposisi 60 persen UN dan 40 persen ujian sekolah sebagai syarat kelulusan. Walhasil UN telah “dikebiri” kekuasaanya.

Tapi ada lagi yang baru. Tingkat kesulitan soal akan ditingkatkan. Ini berarti berita bagus. Segala elemen pendidikan pasti sudah meningkat. Pasti sudah bisa dirasa pendidikan di jayapura atau di daerah terpencil  pasti sudah meningkat dari tahun lalu dan mungkin pendidikan di Jakarta serta di jayapura sudah setara. Alhamdulilah  ( majas ironi)

Kepentingan evaluasi… hmm… terasa janggal lagi.. kemudian saya ingat salah satu instrument penilaian di SNMPTN 2013. Saya menemukan “hasil UN” wakakakaka. Ternyata sekarang UN bisa dijadikan sebagai “ alat seleksi” berbeda sekali dengan tujuan awal. Berdalih “ kejujuran” UN 2013 meningkat dengan 20 kode soal, barcode di LJUN etc. pemerintah mengharap hasil UN “valid” sehingga bisa dijadikan salah satu acuan sebagi instrument penilaian SNMPTN.

Walaupun sebenarnya cara pemerintah “ memvalidkan” UN seringkali menyakiti siswa, apa yang bisa dilakukan siswa? Nothing.  Mengutip komentar teman kemarin di social media ” lalu apa daya kita? kita ini cuma wayang yg harus ngikutin skenario sang dalang, dibanting sana dan banting sini semau dia” Saya sepertinya maklum. Di Indonesia, para orang tua  itu sepertinya ingin menjajah untuk membalas dendam 354 tahun dijajah. Dalam bentuk berbeda tentunya. Oke lupakan poin ini. Ini hanya opini penulis.

Saya membayangkan. Misal saya siswa miskin. Bersekolah di sekolah kacangan di pingiran desa prestasi akademik saya sedang-sedang (Ya kadang sedang baik kadang sedang buruk (-.-)) Lalu saya Mendengar kabar bahwa SNMPTN 2013 bisa diikuti seluruh siswa di sekolah saya. Happy?

Lalu saya berpikir. Jika memang SNMPTN 2013 bisa untuk seluruh siswa di Indonesia. seberapa ketat peta kompetensinya? Apakah ada kesempatan bagi siswa miskin prestasi jelek bersekolah di sekolah jelek untuk mengikuti SNMPTN 2013?.. Ah dasar PHP ( pemberi harapan palsu). Kalau begini seperti siswa prestasi sedang seperti dilarang untuk masuk ke PTN.

Aah ini hanya sekadar pengalauan anak kelas 12

0 comments:

Ini Opiniku, Ini ruangku, Ini adalah aku
Tak Masalah tentang apa yang aku tulis disini, karena semua ini hanyalah opini belaka.