Ini Ceritaku!

Saturday, August 9, 2014

0 comments

"Gamelan" Saksi Perjuangan Mbah Sur Melawan Birokrasi

“Karena Simbah sudah tidak percaya birokrasi”

Sumber foto : kfk.kompas.com
Senyum hangat menghiasi wanita lanjut usia yang biasa dipanggil Mbah Sur. Ketika melihat natas berkunjung ke kediamannnya Simbah yang mempunyai sepuluh anak ini
mengenakan daster hijau khas orang tua. Perlahan beliau menuntun natas untuk menuju
ruang tamu yang bersebelahan dengan gamelan (peralatan musik khas Jawa). Ketika natas
menyinggung gamelan yang berada di pendopo, beliau menceritakan kisahnya sepuluh
tahun lalu menagih janji Sultan Hamengkubuwono X dan melawan birokrasi.

Dengan lancar dan intonasi naik turun beliau menjelaskan gamelan ini bukan gamelan biasa.
“Ini lain dengan yang lain. Karena perjuanganku, birokrasi sudah tidak bisa dipercaya” tegas
beliau. Simbah yang berasal dari Borobudur ini menegaskan perjuangan mendapatkan
gamelan ini merupakan bukti nyata mengapa beliau tidak percaya lagi dengan birokasi.

Berhubung dengan minat warga yang besar atas kesenian karawitan. Simbah meminta
pertemuan dengan Sultan. Ketika ditanya natas kapan pertemuan tersebut dilaksanakan
beliau menjawab dengan jujur bahwa beliau lupa. Pada pertemuan itu Simbah dijanjikan
gamelan. Namun gamelan yang dijanjikan adalah gamelan yang terbuat dari besi yang kalah
kualitasnya dengan kuningan ataupun perunggu. Sultan kemudian meminta Simbah untuk
menulis proposal dan menyerahkannya ke petugas keamanan Keraton. Tentu mendengar
kabar mengejutkan ini dengan antusias langsung saja beliau membuat proposal dan
ditembuskan ke petugas keamanan Keraton.

Bertahun-tahun ditunggu namun tidak ada jawaban dari pihak keamanan Keraton, pada
hari Sabtu (beliau tidak ingat tanggal pastinya). Simbah yang penasaran kemudian mencari
kejelasan dari Keraton. Ketika ditanya, pihak Keraton menjawab bahwa berkas telah
dilimpahkan ke Kepatihan. Di Kepatihan beliau tidak mendapat kejelasan, beliau diminta
kembali hari Senin. Tapi Kepatihan meminta arsip permohonan gamelan Simbah. Karena
percaya, Simbah menyerahkan berkas tersebut.

Sekembalinya Simbah ke Keraton pada hari Senin yang dijanjikan. Beliau justru bertemu
dengan petugas yang berbeda. Ketika petugas menanyakan arsipnya, Simbah mengatakan
sudah diberikan Sabtu lalu. “Ibu itu gimana to? Arsip kok sembarangan diserahkan” Tanya
petugas. Simbah menjawab “Loh kemarin diminta sama orang sekuriti (petugas keamanan
keraton -red) kok nggak boleh itu gimana?“ Dengan nada tinggi petugas menjawab “Orang
tua kok nggak tertib itu gimana? Apa saya harus mengaduk proposal sekian tumpukan?
Saya nggak mau kalau tidak tertib!” Simbah terkejut, sebagai orang tua yang diperlakukan
seperti itu beliau mengaku tersinggung.

Dengan kepala dingin beliau tidak menanggapi ocehan petugas dan langsung menemui
kepala petugas keamanan keraton. Tapi aral kembali melintang, Kepala petugas keamanan
keraton mengatakan bahwa yang bertanggung jawab atas proposal yang masuk ke keraton
sedang menunaikan ibadah haji. “Lalu nasib proposal kami bagaimana, Pak?” Tanya Simbah.
“Bukan urusan saya” Jawab Pak kepala singkat. Putus asa, Simbah yang bersuami Suryono
Suryo Atmojo ini akhirnya pulang ke kediamannya.

Akhirnya di tengah keputusasaan, Simbah menulis surat kepada Sultan tentang betapa
kecewanya beliau dengan iming-iming janji Sultan. Sultan kaget membaca surat tersebut
dan menanyakan kepada bawahannya tentang penyerahan gamelan. Hal ini membuat
para birokrat ( BPD, Pemkab, kecamatan) meminta penjelasan Simbah atas suratnya yang
dianggap menodai prosedur. Simbah datang dengan tenang. Simbah utarakan semua
uneg-uneg menghadapi birokrasi yang berliku-liku. Pejabat teras terdiam mendengar kritik
Simbah.

Kemudian dari pihak kabupaten memberikan solusi agar Simbah memulai dari awal. Simbah
merasa persoalan sudah diselesaikan dan kemudian beliau memulai dari awal. Beberapa
hari kemudian, utusan dari Sultan datang meminta persetujuan tentang penyerahan
gamelan dari keraton ke Simbah. Dijanjikan dua hari lagi gamelan datang. Tapi tanpa
disangka ternyata besoknya gamelan langsung diantar ke kediaman beliau.

Simbah yang memang terkenal sebagai pekerja seni ini mengaku gembira ketika gamelan
yang ditunggu-tunggu datang. Perjuangannya tidak sia-sia, sekarang gamelan istimewanya
tidak hanya dipergunakan untuk latihan rutin ibu-ibu di lingkungannya. Alat musik khas
Jawa itu juga dipersilahkan untuk dipinjam desa-desa lain. Beliau merasa gamelan ini milik
bersama bukan milik pribadi maupun kelompok.

Sekarang alunan musik gamelan yang merdu bisa terdengar di setiap sudut desa. Mengusik
senyapnya malam di dusun Boro, desa Banjarsari. Tapi kisah perjuangan Simbah tentang
lika-liku birokrasi akan tetap terngiang oleh orang tua yang dengan gigihnya menentang.


Simbah sekarang bisa tersenyum.

0 comments:

Ini Opiniku, Ini ruangku, Ini adalah aku
Tak Masalah tentang apa yang aku tulis disini, karena semua ini hanyalah opini belaka.