Bulan Ramadhan? Duh....
Bulan ramadhan? ah ini bulan yang identik dengan kata-kata
hiperbola yang menyejukkan. Kata-kata seperti damai, tentram, teratur, pokoknya
jauh dari kata –kata negatif lah. Tapi kenyataannya? Bah, gara-gara pemilu,
ribuan orang saling hujat, baik secara terang-terangan maupun di medsos.
Pikiranku melayang kemana-mana. seolah-olah ada opera kelas murahan di kepalaku.
berdentang tak karuan.
“Kakaaaa, antar Daffa ke bubernya, cepetan mandi”. Suara
sopran yang sejenak kukira adalah suara opera dikepalaku itu mengudara di
rumahku. Kepalaku sudah pening dari kemarin siang. Daripada memunculkan perdebatan
yang bakalan menyaingi debat presiden, mending langung aja turuti perintahnya.
Mamiku itu sudah seperti diktator, kalau sudah memerintah mending jadi robot
dan langsung dituruti. Bertanya sedikit saja sudah seperti menghadapi SK
pemecatan dimukamu. #eh
Singkat kata, aku sudah ada di acara bubernya adikku itu.
Lagak seperti orang penting aja dia itu. Minta difotoin dan saling sapa sama
teman-temannya. Ah biarkan, pencitraan memang diperlukan di kehidupan. Kalau
tidak ada yang ditonjolkan darimana mereka tahu tentang kita? aah, pikiranku
melantur lagi. Abang-abang pelayan sudah menghantarkan sepuluh gelas es teh. Duh.
perutku sih biasa aja. Hausnya kalo puasa itu lo ga tahan.
Disana, sepuluh anak smp saling kasak kusuk sendirian.
laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan. Tapi setelah dilihat
lagi, ternyata mereka sibuk sendiri dengan hapenya. Duh, momen kebersamaan ini
kok malah diracuni sama keegoisan teknologi. Pikiranku melayang lagi, mungkin
diantara pengunjung restoran jawa ini ada juga yang sama egoisnya dengan
anak-anak smp ini. Menghujat sana-sini tapi berlindung dibalik akun palsu.
Kemarin, aku melihat jejaring sosial sekaligus situs jual beli terkenal atau kaskus. Duh, sudah lama aku menjadi
silent reader atau mereka yang hanya melihat postingan tanpa ikut berkomentar.
Tampaknya aku bakalan menyandang gelar itu lebih lama mengingat kaskus sekarang
sudah menjadi markas pendukung jokowi. Segala sesuatu yang “negatif” dengan jokowi?
disitu sudah dicaci maki. Tapi tetap saja, mereka berlindung dibalik akun-akun
palsu.
Dirumah, sambil berleha-leha. Aah walaupun puasa, indomie
memang tetap enak. tak terpengaruh huru-hara diluar. Apalagi yang Indomie rasa soto banjar limau
luit. Enaknya, amboy!. Televisi tiba-tiba berteriak-terik. Oh, ternyata lagi
ada “debat” di Metro TV. Duh, satu orang dikeroyok dua orang, Duh, lupakan saja deh.
Respekku sama metro tv sudah hilang karena terlalu mendukung jokowi. Oke,
secara etika jurnalistik metro tidak salah. Tapi masalah politik keredaksian?
bah tak sekalipun disinggung. Aku sering mengumpamakan metro tv itu seperti
obor rakyat. Bedany Cuma cara main. Obor rakyat suka frontal kalo metro tv
halus, sesuai dengan etika jurnalistik. Duh, kasihan sama pemirsa metro tv, mereka
dijejali informasi berat sebelah.
Coba deh dihitung berapa banyak kata “duh” di artikel ini.
Semua itu mewakili ke”peduli”anku di permasalahan sekitar. Entah itu sepele
ataupun masalah bangsa. sebagai pemuda yang notabene bakal melanjutkan estafet
kepemimpinan, aku melihat semua masalah itu sebenarnya mendasar di satu.
Pemanusiaan manusia.
Duh, apalagi itu? singkat kata, itu adalah proses dimana
kita bisa memanusikan manusia. Tidak usah mencari kesalahan orang lain. Tidak
usah saling bersembunyi dibailik topeng digital. Akui kesalahan dan move on.
Enak sekali kalo ngomong yah?
Aku sih paling enak duduk-duduk sambil menikmati semangkok
indomie limau luit panas….
Sumber : Google -.- |
0 comments: